Biografi Umar bin Khattab Dan Kisahnya

Umar bin Khattab


Biografi

Umar Bin Khattab (581-November 644 M) adalah salah seorang sahabat nabi Muhammad SAW. Umar bin Khattab adalah Amirul Mukminin.
Dikenal juga yang juga sebagai orang yang tangguh dan juga memiliki sifat amanah ketika dia menjadi Khalifah sepengganti
Abu Bakar Ash Shiddiq.

Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nafiel bin Abdul Uzza merupakan salah seorang yang menjadi Khalifah kedua dari
empat Khalifah Ar-Rasyidin pada periode 634-644 M. Umar bin Khattab dilahirkan di Mekkah, dari bani Adi, salah satu rumpun suku Quraisy.
Ayahnya bernama Khattab bin Nufail bin Al Shimh Al Quraisy dan ibunya bernama Hantamah binti Hasyim yang berasal dari
marga bani Makhzum.

Beliau diberi gelah ole Rasulullah sebagai Al-Faruq yang berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.
Dan juga Umar bin Khattab memiliki gelar Amir Al-Mu'Miniin yang berarti pemimpin orang-orang beriman.
Keluarga Umar bin Khattab tergolong dalam keluarga kelas menengah yang  bisa membaca dan menulis yang merupakan sesuatu yang langka
pada masa itu. Umar juga dikenal karena fisiknya yang kuat dimana ia menjadi juara gulat di mekkah.

Kisah Umar bin Khattab Ra Ketika Masuk Islam 

Sebelum mauk islam, sebagai mana tradisi kaum jahiliyah Mekkah saat itu, Umar bin Khattab mengubur putrinya hidup-hidup sebagaimana
yang ia katakan sendiri,"Aku menangis ketika menggali kubur untuk putriku. Dia maju dan kemudian menyisir janggutku".

Mabuk-mabukan juga merupakan hal yang umum di kalangan kaum Quraisy. Beberapa catatan mengatakan bahwa pada masa pra-islam, Umar
suka meminum anggur. setelah menjadi muslim, ia tidak menyentuh lagi alkohol, tetapi setelah Umar bin khattab masuk islam belum
diturunkan larangan memini khmar(yang memabukan) secara tegas. Sehingga ada kisah, di suatu malam hari Umar bermabuk-mabukan
sampai subuh. Ketika waktu subuh tiba, beliau pergi ke masjid dan ditunjuk sebagai imam. Ketika membaca surah Al-Kafirun, karena
ayat 3 & 5 bunyinya sama, setelah membaca ayat ke-5 beliau ulang kembali ke ayat 4 terus-menerus. Akhirnya, Allah SWT. menurunkan
larangan bermabuk-mabukan secara tegas.

Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum muslimin sebelum beliau masuk islam, bertaqlid pada ajaran nenek moyangnya,
dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek yang umumnya dilakukan oleh kaum Jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri.
Beliau masuk islam pada bulan Djulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Muthalib masuk islam.

Ringkas cerita, pada suatu malam beliau datang ke Masjidil Haram  secara sembunyi-sembunyi untuk mendengar bacaan shalat Rasulullah SAW. Waktu itu Rasulullah SAW.
membaca surah Al-Haqqah. Umar bin Khatab kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata,"Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy",
Kemudian beliau mendengar Rasulullah SAW. membaca ayat 40-41(yang menyatakan bahwa Al-Quran bukan syair), lantas Umar bin Khattab berkata,"kalau begitu berarti dia
dukun", kemudian beliau mendengar bacaan Rasulullah SAW. ayat 42(yang menyatakan bahwa Al-Quran bukan perkataan dukun). Akhirnya beliau berkata,"sudah terbetik Islam
di dalam hatiku". Akan tetapi karena kuatnya ajaran jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi islam.

Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Rasululla SAW. Dalam perjalanan, ia berpapasan dengan seorang muslim(Nu'aim bin
Abdullah) dari bani Zuhrah yang kemudian berkata kepada Umar bin Khattab,"mau kemana wahai Umar?",Lalu Umar bin Khattab menjawab,"aku ingin membunuh Muhammad",
lelaki tadi berkata,"bagaimana kamu akan aman dari bani Hasyim dan bani Zuhrah, kalau kamu membunuh Muhammad?",maka Umar menjawab,"Tidaklah aku melihatmu melainkan
telah meninggalkan agama nenek moyangmu", tetapi lelaki tadi menimpali,"maukah aku tunjukan yang lebih mencengangkamu, hai Umar?sesungguhnya adik iparmu dan saudara
perempuanmu telah meninggalan agama yang kamu yakini".

Kemudian Umar bin Khattab bergegas mendatangi adiknya yang sedang belajar Al-Quran, surat Thaha kepada Khabab bin Al Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang,
maka Umar bin Khattab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengar. Kemudian adik perempuan Umar dan suaminya berkata,"kami tidak
sedang membicarakan apa-apa", Umar bin Khattab menimpali,"sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian", iparnya menjawab,"wahai Umar, apa pendapatmu
jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?", mendengar ungkapan tersebut Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap saja saudaranya
itu mempertahankan agama islam yang dianutnya, Umar bin Khatta putus asa dan menyesal melihat darah mengalir pada iparnya.

Umar bin Khattab berkata ,"berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya", maka adik perempuannya berkata"kamu itu kotor, tidak boleh menyetuh
kitab itu kecuali orang yang bersuci, mandilah terlebiih dahulu!", Lantas Umar bin Khatta mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika ia membaca
surat Thaha, dia memuji dan memuliakan isinya, kemudian ia meminta ditunjukan keberadaan Rasulullah SAW.

Tatkala Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiaanya dan berkata ,"aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! aku berharap
engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam kamis,'Ya Allah, muliakan Islan dengan Umar bin Khattab atau Abu Jahl(Amru) bin Hisyam', saar itu Rasulullah
berada di sebuah rumah di daerah Shafa. Umar bin Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada seorang yang melihat
Umar bin Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah SAW. lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib
bertanya,"ada apa kalian", mereka menjawab,"Umar datang", Hamzah bin Abdul Muthalib menjawab"bukakanlah pintu untuknya, kalau dia mengiginkan kebaikan maka kita akan
menerimannya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya". Kemudian Rasulullah menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya,
"Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab, muliakanlah islam dengan Umar bin Khattab" dan  dalam riwayat lain,"Ya Allah, kuatkanlah islam dengan Umar".

Seketika itu pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya ia adalah orang yang ke-40
masuk islam. Abdullah bin Mas'ud berkomentar,"kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam".


Kisah Umar bin Khattab Dengan Pengemis Tua

Pada suatu hari Khalifah Umar Al-Khatab baru saja pulang dari melawat negeri Syria. Seperti biasa Saiyidina Umar akan berjalan-jalan dan meninjau sekitar kawasan untuk
melihat keadaan rakyat jelata untuk mengetahui sendiri akan penderitaan mereka. Pada kali ini Saiyidina Umar menuju ke sebuah pondok buruk yang didiami oleh seorang
nenek tua.

Saiyidina Umar pergi ke rumah nenek tersebut dengan menyamar sebagai orang biasa. Sudah menjadi kebiasaan kepada Khalifah Umar menyamar menjadi orang awam kerana
beliau ingin melihat sendiri akan penderitaan yang di alami oleh rakyatnya dan ingin mendapat maklumat atau pandangan rakyat terhadapnya. Apabila tiba di rumah nenek
tersebut Khalifah memberi salam dan berkata. “Adakah nenek mendengar apa-apa berita tentang Umar?”. jawab nenek tua itu “Kabarnya Umar baru saja pulang dari Syria
dengan selamat”. Kata khalifah lagi “Bagaimana pendapat nenek tentang khalifah kita itu”. Jawab nenek “Semoga Allah tidak memberi ganjaran baik kepadanya”. Umar
bertanya lagi ” Mengapa nenek berkata demikian?”.

Jawab nenek “Ia sangat jauh dari rakyatnya. Semenjak menjadi khalifah dia belum pernah menjenguk pondok aku ini apatah lagi memberi uang”. Jawab Umar “Bagaimana
mungkin dia dapat mengetahui keadaan nenek sedangkan tempat ini jauh terpencil” Nenek mengeluh dan berkata “Subhanallah! tidak mungkin seorang khalifah tidak
mengetahui akan keadaan rakyatnya walau dimana mereka berada”.

Mendengar kata-kata tadi Khalifah Umar tersentak lalu berkata didalam hatinya “Celakalah aku kerana semua orang dan nenek ini pun mengetahui perihal diriku”.
Sayyidina Umar menyesal sambil menitiskan air mata. Saiyidina Umar berkata lagi “Wahai nenek, berapakah kamu hendak menjual kezaliman Umar terhadap nenek?. Saya
kasihan kalau Umar mati nanti akan masuk neraka. Itu pun kalau nenek mahu menjualnya”. Kata nenek “Jangan engkau berguaru dengan aku yang sudah tua ini”.

Sambung Umar lagi “Saya tidak bergurau, saya betul-betul ini, berapakah nenek akan menjualnya. Saya akan menebus dosanya, mahukah nenek menerima uang sebayak 25 dinar
sebagai harga kezalimanya terhadap nenek” sambil menyerahkan wang tersebut kepada nenek. “Terima kasih nak, baik benar budi mu” kata nenek sambil mengambil wang
tersebut.

Sementara itu Saiyidina Ali Abu Talib bersama Abdullah bin Mas’ud lalu di kawasan itu. Melihat Khalifah Umar berada disitu, mereka pun memberi salam. “Assalamualaikum
ya Amirul Mukminin”. mendengar ucapan tersebut, tahulah nenek bahwa tamu yang berbicara dengannya sebentar tadi adalah Khalifah Umar Al-Khatab. Dengan perasaan takut
\dan gementar nenek berkata “Masya Allah, celakalah aku dan ampunilah nenek diatas kelancangan nenek tadi ya Amirul Mukminin. Nenek telah memaki Khalifah Umar
dihadapan tuan sendiri”. Rantapan nenek telah menyadarkan Saiyidina Umar.

“Tak apa-apa nek, mudah-mudah Allah memberi rahmat kepada nenek” kata Sayyidina Umar. Ketika itu juga Khalifah Umar telah membuka bajunya dan menulis keterangan
berikut diatas bajunya.

“Bismillahirrahmanirrahim,
Dengan ini Umar telah menebus dosanya atas kezalimannya terhadap seorang nenek yang merasa dirinya dizalimi oleh Umar, semenjak menjadi khalifah sehingga ditebusnya
dosa itu dengan 25 dinar. Dengan ini jika perempuan itu mendakwa Umar di hari Mahsyar, maka Umar sudah bebas dan tidak bersangkut paut lagi”.

Pernyataan tersebut ditandatangani oleh Sayyidina Ali bin Abu Talib dan di saksikan oleh Abdullah bin Mas’ud. Baju tersebut diserahkan kepada Abdullah bin Mas’ud sambil
berkata “Simpahlah baju ini dan jika aku mati masukkan kedalam kain kafanku untuk dibawa mengadap Allah s.w.t.”.

Sumber:
Kumpulan Kisah-kisah Teladan.

Kepemimpinan Umar bin Khattab Ra  

Suatu ketika Umar bin al-Kahththab radhiyallahu ‘anhu, Amirul Mukminin membeli seekor kuda. Lalu dia membawanya berjalan agak jauh dari si pembeli, lalu dia
menungganginya untuk mencoba kuda tersebut. Ternyata kuda tersebut mengalami memar-memar. Lantas beliau sendiri menangani hal ini dengan mengembalikan kuda tersebut
dan beranggapan bahwa penjual telah menipunya. Akan tetapi, si penjual tidak mau menerima kembali kuda tersebut dari Amirul Mukminin. Lalu apa yang dilakukan oleh
Amirul Mukminin terhadap orang yang mempersulit ini? Apakah beliau memerintahkan agar orang tersebut ditahan? Apakah beliau merekayasa tuduhan terhadap orang tersebut?
Tidak, beliau pun mengajukan gugatan untuk mendapatkan haknya.

Akan tetapi, laki-laki yang digugat mendesak agar dirinyalah yang memilih hakim. Akhirnya dia memilih Syuraih, seorang hakim yang terkenal adil. Sedangkan Umar radhiyallahu ‘anhu
duduk pada posisi tersangka. Dan keputusan hukum mengalahkan Umar radhiyallahu ‘anhu sesuai dengan undang-undang keadilan seraya mengatakan kepada Umar radhiyallahu ‘anhu,
“Ambillah apa yang telah engkau beli atau kembalikanlah sebagaimana engkau menerimanya.” Dengan perasaan bahagia Umar radhiyallahu ‘anhu melihat Syuraih seraya berkata,
“Apakah ada putusan selain ini?” Beliau tidak memerintahkan untuk memenjarakan hakim, atau menuduh para pegawai-pegawainya membuat gejolak stabilitas negara. Beliau
justru menunjuknya sebagai hakim di Kufah sebagai imbalan untuknya.

Ketika kain-kain Yaman telah sampai dan dibagikan kepada kaum muslimin secara adil dan sama rata, Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu memakai pakaian yang lebih
besar dari jatahnya (karena postur beliau tinggi). Kaum muslimin menyentuh kain itu, karena semuanya dibagikan secara terang-terangan. Ketika Umar radhiyallahu ‘anhu
naik ke atas mimbar untuk berkhutbah dan memberi semangat kepada orang-orang untuk berjihad dengan mengenakan pakaian tersebut dan berkata kepada mereka, “Dengarkanlah
dan taatlah kalian!” Tidak ada sambutan berkata kepada mereka, “Dengarkanlah dan taatlah kalian!” Tidak ada sambutan gema suasana yang hangat. Yang ada justru suara
keras mengarah kepadanya, “Tidak perlu didengar dan tidak perlu ditaati.” Pada situasi ini puluhan prajurit bersenjatakan pedang tidak terprovokasi, apalagi melancarkan
pukulan. Akan tetapi, kondisi menjadi tenang dengan sendirinya.

Umar radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada orang yang bersuara tersebut ketika kondisi tenang, “Mengapa? Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu.” Lantas lelaki
tersebut berkata dengan sangat berani, “Engkau telah mengambil kain sebagaimana kain yang kami ambil. Akan tetapi, bagaimana caranya engkau memotong kain tersebut pada
hal engkau lebih tinggi dari kami? Pastilah ada sesuatu yang diistimewakan untuk kamu.” Umar radhiyallahu ‘anhu pun membela diri. Kemudian dia memanggil anaknya,
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma mengumumkan bahwa dia memberikan kain baigannya kepada ayahnya sehingga memungkinkan bagi Umar radhiyallahu ‘anhu membuat gamis
yang sempurna dan dapat dijadikan untuk menutupi aurat dan berkumpul dengan orang-orang. Lantas laki-laki tersebut duduk dengan tenang seraya berkata, “Sekarang kami
mendengar dan menaati.”

Umar radhiyallahu ‘anhu hidup seperti semua orang pada umumnya. Beliau menyalakan lampu di malam hari. Beliau berbincang-bincang dengan menggunakan lampu tersebut
untuk urusan kenegaraan. Apabila orang yang berbincang-bincang dengannya membicarakannya hal-hal di luar urusan kaum muslimin, maka beliau memadamkan lampu.
“Lampu ini milik Negara. Oleh karena itu, tidak benar jika digunakan untuk keperluan pribadi.”

Pada hari Jumat orang-orang telah berkumpul menanti Khathib, yaitu Umar radhiyallahu ‘anhu. Umar radhiyallahu ‘anhu datang terlambat sehingga mereka lama menunggu.
Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu keluar menemui mereka, lalu dia naik ke atas mimbar. Dia menyampaikan alasan keterlambatannya kepada kaum muslimin. Ketika mereka
bertanya mengenai sebab keterlambatannya, maka menjadi jelas bahwa Amirul Mukminin tadi sedang mencuci gamisnya. Dia tidak memiliki selain gamis tersebut. Kemudian
beliau menunggu sampai gamisnya kering dan dia baru memakainya, lalu datang ke masjid untuk berkhutbah.

Umar keluar untuk melakukan patroli malam dalam rangka mencari informasi di masyarakat. Sampailah beliau di perkampungan Ali setelah menempuh lima mil dari Madinah.
Beliau melihat-lihat, ternyata di dalamnya ada sebuah kemah yang apinya menyala. Ketika beliau mendekat, beliau melihat seorang perempuan yang di sekelilingnya terdapat
anak-anak kecil sedang menangis. Umar radhiyallahu ‘anhu pun bertanya tentang kondisi mereka, lalu perempuan tersebut menjawab, “Kami dihantam kedinginan dan kerasnya
malam.’ Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Mengapa anak-anak itu menangis?” Perempuan tersebut menjawab, “Mereka menangis lantaran kelaparan.” Umar bertanya lagi,
“Apa yang ada di dalam periuk?” Dia menjawab, “Air yang saya gunakan untuk mendiamkan mereka sampai mereka tidur.” Kemudian perempuan tersebut berkata, “Allah
di antara kami dan Umar.” Perempuan tersebut tidak mengetahui bahwa orang yang diajak bicara adalah Umar radhiyallahu ‘anhu. Lalu umar radhiyallahu ‘anhu berkata
kepadanya, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatimu. Apakah Umar radhiyallahu ‘anhu tidak mengetahui kondisi kalian?” Perempuan tersebut menjawab, “Mahasuci Allah,
apakah dia mengurusi urusan kami, buktinya dia melupakan kami.” Lantas Umar radhiyallahu ‘anhu berjalan dengan cepat menuju ke Baitul Mal. Dia kembali lagi dengan
memikul sendiri makanan di atas pundaknya. Dia membawakan tepung yang bagus dan minyak untuk perempuan tersebut dengan dipikul di atas punggungnya sendiri. Dia menolak
seorang pun yang hendak menggantikannya memikulkan barang tersebut seraya mengatakan bahwa sesungguhnya siapa pun tidak akan dapat menggantikan untuk memikul dosa-dosa
nya di hari kiamat. Umar radhiyallahu ‘anhu memasakkan makanan untuk anak-anak tersebut sedangkan si perempuan kagum dengan tindakan Umar radhiyallahu ‘anhu ini. Dia
berkata kepada Umar radhiyallahu ‘anhu, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalasmu dengan kebaikan. Demi Allah, Anda lebih berhak memegang kekuasaan dari pada Umar
radhiyallahu ‘anhu, Sang Amirul Mukminin.”

Pada suatu hari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menghukum seorang tentara dari kelompok pasukan Irak, lalu dia mencukur rambut tentara tersebut. Si tentara
menganggap bahwa hukuman ini tidak adil. Lantas dia mengumpulkan potongan rambutnya di tempat duduk Umar radhiyallahu ‘anhu dan berkata, “Seperti inilah anak buahmu
memperlakukan kami.” Lalu wajah Umar radhiyallahu ‘anhu bersinar cerah, dia berkata, “Sungguh, saya lebih menyukai jika semua orang mempunyai keberanian seperti
laki-laki daripada semua daerah yang berhasil saya bebaskan. Mereka itu adalah umat kami dan hal tersebut adalah warisan kami. Tidak ada kemuliaan bagimu hai tuan kami.”

Suatu ketika Umar radhiyallahu ‘anhu sedang berjalan di malam hari. Tiba-tiba ada seorang perempuan yang memanggil-manggil nama Nashr bin Hajjaj. Dia ingin minum arak
dan bertemu Nashr. Dia berkata,Apakah ada jalan menuju arak agar saya dapat meminumnya Atau apakah ada jalan menuju Nashr bin Hajjaj.

Lalu Umar radhiyallahu ‘anhu mengirim surat kepadanya. Ternyata Nashr bin Hajjaj ialah orang yang paling pintar membuat syair dan paling tampan, kemudian Umar
radhiyallahu ‘anhu memerinahkan agar rambutnya dipendekkan. Dia pun memendekkan rambutnya. Maka, dia semakin tampan. Lantas Umar radhiyallahu ‘anhu memerintahkan agar
dia memakai surban. Di pun memakai surban. Maka, surban tersebut menambah ketampanananya dan hiasannya. Lalu umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tidak akan tenang bersamaku
seorang laki-laki yang dipanggil-panggil oleh perempuan.” Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu memberinya harta yang banyak dan dia mengutusnya ke Bashrah agar dia
melakukan perdagangan yang dapat menyibukkan dirinya dari memikirkan perempuan dan menyibukkan perempuan dari dirinya. Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu ialah seorang
gubernur Mesir. Putranya melatih kuda untuk persiapan balapan. Suatu ketika sebagian penduduk Mesir menantangnya balapan kuda. Lantas terdapat perselisihan di antara
keduanya tentang milik siapakah kuda yang menang balapan. Putra gubernur marah, lalu dia memukul orang Mesir tersebut seraya berkata, “Apakah kamu berani melangkahi
putra orang-orang terhormat?” Maka, orang Mesir itu pun tidak terima, lantas dia mengajukan gugatan kepada Amirul Mukminin, Umar radhiyallahu ‘anhu. Selanjutnya Umar
radhiyallahu ‘anhu memanggil gubernur Mesir (Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu) beserta putranya. Beliau juga memanggil orang Mesir tersebut, mengumpulkan orang-orang
dan memerintahkan orang Mesir tersebut agar memukul pihak lawannya dengan mengucapkan, “Pukullah anak-anak orang-orang terhormat.” Kemudian Umar radhiyallahu ‘anhu
juga memerintahkan kepadanya agar memukul gubernur, karena putranya tidak akan berani memukul orang kecuali karena kekuasaannya. Beliau membentak Amr bin Al-Ash
radhiyallahu ‘anhu dengan berkata kepadanya, “Sejak kapan kalian memperbudak manusia padahal mereka dilahirkan oleh ibu mereka dalam keadaan merdeka.”

Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu adalah orang yang selalu menangis lantaran takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga engkau melihat pada wajah dua garis
hitam saking banyaknya air mata yang menets. Beliau adalah orang yang sangat takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di samping itu beliau berkata, “Seandainya aja
ibuku tidak pernah melahirkanku. Seandainya saja saya adalah sehelai rambut pada jasad Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.” Dia pernah mengatakan, “Seandainya ada yang
mengumandangkan bahwa semua manusia masuk surga kecuali satu orang, pastilah saya khawatir kalau satu orang tersebut adalah diriku.”




Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1




Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Biografi Umar bin Khattab Dan Kisahnya"

Posting Komentar